Foto: Aksi dukung Ahok. ©2015 Evo Berita
Reporter: Teguh Pratama
Evo Berita - Kisruh Gubernur DKI Basuki T Purnama (Ahok) dan DPRD terkait dana siluman menarik perhatian publik. Kisruh bermula dari laporan Gubernur Ahok terkait adanya dana siluman dalam APBD 2015 DKI Jakarta.
"Kisruh ini bermula dari adanya anggaran penambahan atau pengurangan yang dilakukan oleh DPRD ketika terjadi pembahasan antara DPRD dan gubernur," kata Direktur Centre for Budgeting Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi dalam diskusi di Cafe Penus, Jalan Cikini Raya, Senin (9/3).
Menurut Uchok, APBD 2015 yang belum disahkan sebesar Rp 73 triliun. Dari dana alokasi Rp 73 triliun ini, pendapatan DKI Jakarta Rp 63,8 trliun. Sedangkan belanja DKI Jakarta untuk tahun 2015 sebesar Rp 67,4 triliun.
Dengan demikian, APDB DKI Jakarta mengalami defisit anggaran sebesar Rp 3,6 triliun. Untuk menutupi defisit anggaran, lanjutnya, diperoleh pembiayaan sebesar Rp 9,2 triliun yang bersumber dari silpa Rp 8,9 triliun, pinjaman daerah Rp 298,5 miliar.
"Oleh DPRD alokasi anggaran ini ada yang ditambahkan dan ada yang dikurangi. Anggaran yang ditambahkan dalam APBD adalah APBD yang diajukan pihak Pemda Jakarta, tidak ada anggaran dan programnya. Maka proyek dan anggaran ini dibuat atau diciptakan baru ketika terjadi pembahasan antara eksekutif dan legislatif. Lalu muncul program lain atau munculnya program baru sebesar Rp 11,6 triliun," terang Uchok.
Sementara itu anggaran yang dikurangi dalam APBD adalah program dan anggaran yang diajukan pemda ke DPRD, di mana anggaran program dikurangi oleh kedua belah pihak ketika terjadi pembahasan antara legislatif dan eksekutif. Pada anggaran APBD 2015, alokasi anggaran yang dikurangi sebesar Rp 6,4 triliun.
Akan tetapi, menurut Fuad Bawazier munculnya dana siluman tersebut karena APBD itu sendiri tidak dirancang secara transparan. Hal inilah yang menyebabkan munculnya mark up dana.
"APBD itu dirancang tidak transparantif, tidak mengetahui penyerapan anggaran. Terjadi adanya kepentingan di dalamnya," kata Fuad.
Lagi, menurut Fuad, apabila diusut seluruh Indonesia terjadi hal yang sama. Antara legislatif dan eksekutif ada kepentingan dalam RAPBD yang juga didukung oleh pihak swasta yang juga nantinya menang dalam tender pemerintah.
"Feeling saya, kalau diusut hampir seluruh Indonesia, kira-kira dapat menyeret semua eksekutif. Kira-kira ada oknum yang bermain di eksekutif, legislatif dan pihak swasta," terang Fuad.
0 Komentar untuk "Ahok vs DPRD DKI, Siapa Yang 'Begal' APBD?"