Foto: Aksi demo di Kedubes Australia. ©2015 Evo Berita
Reporter: Ridwan Ibrahim
Evo Berita - Eksekusi mati terhadap 8 terpidana kasus narkoba yang dilakukan pemerintah menimbulkan banyak pro dan kontra. Bukan hanya di Tanah Air, tapi juga di luar negeri ikut mengomentari tembak mati para penjahat narkoba itu.
Mulai dari pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) sampai Sekjen PBB ikut mengecam kedaulatan hukum di Indonesia. Termasuk para pemimpin negara yang warganya ikut dieksekusi mati Kejaksaan Agung pada 29 April lalu.
Australia salah satu negara yang paling lantang mengecam Indonesia. Karena dua warganya, gembong narkoba Andrew Chan dan Myuran Sukumaran ikut dieksekusi di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Perdana Menteri Australia Tony Abbott dan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop paling lantang mengecam pemerintah Indonesia. Bahkan mereka berniat menghentikan bantuan dana ke Indonesia yang jumlahnya setiap tahun capai 600 dollar Australia.
Indonesia memang sejak lama menerima bantuan dari Australia sebagai negara sahabat. Sumbangan itu digunakan untuk biaya pendidikan, infrastruktur sampai keamanan.
Lalu apa dampak jika bantuan itu memang benar-benar dihentikan kepada Indonesia?
Komisi I DPR yang membidangi luar negeri dan intelijen beragam menanggapi ancaman Australia. Namun pada intinya, Komisi I DPR merasa bahwa ancaman itu hanya 'emosi' sesaat saja.
"Pasca eksekusi mati, pemerintah punya tugas lanjutan. Yaitu menyelesaikan dampak bilateral dengan negara asal WNA tersebut," kata Ketua Komisi I DPR Mahfuz Siddieq kepada merdeka.com, Kamis (30/4).
Dia menilai, hukum Indonesia memang harus ditegakkan tanpa intervensi pihak mana pun. Namun RI tetap harus melakukan pendekatan kepada negara yang warganya terkena hukum di Indonesia.
"Terlepas dari keharusan konsistensi pemerintah dalam jalankan eksekusi, ada hal-hal yang memang memicu reaksi keras, yaitu pendekatan drama dalam pelaksanaan eksekusi ini, baik oleh pemerintah maupun media massa," jelas Wasekjen PKS ini.
Mahfuz menilai, memang akan berdampak jika sumbangan Australia dihentikan. Akan tetapi, lanjut dia, itu tidak akan lama.
"Sementara waktu ya berdampak. Tapi jika pemerintah bisa kelola dengan baik maka akan segera normal," cetus dia.
Sementara, Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya mengecam ancaman yang dilakukan oleh negeri Kanguru itu. Menurut dia, sangat tidak pantas Australia mengancam akan menghentikan bantuan untuk RI hanya karena Indonesia menegakkan hukumnya.
"Pemerintah Australia masih menggunakan cara-cara kuno dalam menekan negara lain, yakni dengan mengaitkannya dengan bantuan. Cara seperti ini tidak cerdas sekaligus mengkonfirmasi ketidakcanggihan Abbott dalam mengatasi permasalahan," kata Tantowi terpisah.
"Bagi kita ya gampang saja, kalau mau tarik ya silakan tarik. Kita juga tidak sudi apabila bantuan dikaitkan dengan penggadaian kehormatan," tegas Politikus Golkar ini.
Menurut dia, lebih baik pembangunan infrastruktur terganggu sesaat sebagai dampak ditariknya sumbangan dari Australia. Ketimbang harus menggadaikan kehormatan negara.
Bagi Wakil Ketua Komisi I DPR lainnya, Hanafi Rais, ancaman Australia itu terlalu jauh. Dia yakin, hubungan RI dan Australia akan membaik.
"Yang penting pemerintah Indonesia tetap menjaga sikapnya secara 'cool and confident'. Tetap jaga kesejukan, ketenangan bersikap, dan tetap percaya diri dengan kedaulatan hukum nasionalnya sendiri yang memang harus ditaati oleh WNI & WNA yang ada di Indonesia," kata Politikus asal PAN ini.
0 Komentar untuk "Australia Ancam Tarik Bantuan, Apa Pengaruhnya Untuk Indonesia?"