Foto: Bandara Soekarno-Hatta. ©2014 Evo Berita
Reporter: Rudi Hantanto
Evo Berita - Niat buat membangun mental polisi bersih tak boleh luntur. Reformasi korps Bhayangkara sangat diperlukan. Sebab bila praktik kotor dan kesewenang-wenangan sudah lumrah dikerjakan para penegak hukum, maka wibawa negara akan jatuh. Ujungnya adalah masyarakat akan selalu merasa terancam karena rasa aman hanya buat mereka yang berkocek tebal.
Perbaikan harus menyeluruh, tak cuma menyasar para jenderal diduga punya rekening gendut. Korupsi receh dilakukan aparat di jalanan juga kerap membuat jengah. Seperti diberitakan baru-baru ini.
Tenaga kerja Indonesia bekerja di Negeri Sabah, Malaysia mengakui kerap dimintai duit oleh aparat kepolisian di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Mereka mengalami pungutan liar saban tiba di pelabuhan dan ketika turun dari kapal.
Menurut pengakuan Rahmat (35 tahun), salah seorang TKI dari Malaysia di Nunukan, dia membenarkan ada aparat kepolisian di Pulau Sebatik sering meminta uang kepada setiap TKI baru tiba di Pelabuhan Sei Nyamuk, Pulau Sebatik.
"Memang kami dimintai uang sama anggota polisi di Pos Polisi Pelabuhan Sei Nyamuk (Pulau Sebatik)," kata Rahmat dan teman-temannya di penampungan salah satu PJTKI di Nunukan.
Rahmat mengatakan, besaran uang diminta polisi itu adalah 10 Ringgit Malaysia atau setara Rp 37.000, dengan kurs Rp 3.700 per RM 1. Menurut dia, para polisi berdalih kutipan tidak resmi itu buat ongkos transportasi menyeberang ke Pulau Nunukan. Mungkin buat para pelaku duit itu tidak seberapa, tapi bagi para perantau mesti memeras keringat fulus itu sangat berharga.
Rahmat menambahkan, sebelum dimintai uang, aparat polisi berinisial AI mengumpulkan setiap TKI ke dalam pos polisi saat tiba di Pelabuhan Sei Nyamuk. Di tempat itu, dia langsung menodong supaya para TKI menyerahkan duit sebesar RM 10 tiap orang.
Rahmat mengatakan, jumlah TKI dimintai duit oleh AI hari itu sebanyak 13 orang. Mereka bekerja di perusahaan perkebunan kelapa sawit di Lahad Datu Negeri Sabah. Mereka ke Kabupaten Nunukan bertujuan mengurus dokumen keimigrasian (paspor) di kantor imigrasi setempat.
Pungutan liar dilakukan aparat kepolisian di pulau berbatasan langsung dengan Malaysia itu juga dialami 14 orang TKI lainnya datang di daerah itu. Mereka bertujuan sama, yakni mengurus paspor.
Mereka dimintai uang dengan jumlah sama, yakni RM 10 per orang. "Tetapi tidak diketahui alasan oknum anggota polisi itu memungut," kata seorang TKI menjadi korban, saat ditemui di penampungan di Jalan Mulawarman Kelurahan Nunukan Timur.
Kebenaran soal pungutan liar itu juga disampaikan seorang juragan kapal cepat (speedboat) di Pulau Sebatik. Dia mengangkut 14 orang TKI dipalak itu. Dia sangat menyesalkan ulah anggota polisi berinisial AI itu. Dia mengatakan, pihaknya terpaksa menebus kembali uang milik 14 orang TKI sebanyak RM 140, atau setara Rp 518 ribu, karena takut dituding bekerja sama dengan aparat kepolisian setempat melakukan pungutan.
"Saya yang ganti semua uangnya TKI itu yang diambil polisi, karena takut TKI salah paham, dikiranya saya kerjasama polisi mintai uang," kata juragan speedboat minta namanya dirahasiakan dengan alasan keamanan diri.
Tidak cuma menjerat para TKI, tindakan tercela para polisi juga terjadi di Manado. Hal itu menyebabkan ratusan sopir angkutan kota (angkot) trayek Malalayang-Pusat Kota bernomor 45 melakukan aksi mogok dan memarkir kendaraan mereka di ruas Jalan Pierre Tendean, Manado, Sulawesi Utara, pada Jumat (24/4) siang. Salah seorang anggota polisi lalu lintas nyaris dihakimi para sopir lantaran dinilai terlalu arogan.
Peristiwa itu terjadi saat anggota satuan lalu lintas Polresta Manado mencoba membubarkan aksi ratusan sopir angkot ini. Alasannya, kegiatan yang dilakukan tidak mengantongi izin dan mengganggu aktivitas masyarakat umum.
"Bubar, bubar, polisi yang mengatur kalian, bukan kalian yang mengatur polisi," kata polisi berinisial K dengan nada tinggi.
Tak terima dengan dihardik K, massa sopir mulai terpancing. Sempat terjadi adu mulut, tapi massa satu persatu mulai mengerubungi K. Beberapa dari mereka tampak geram dan terprovokasi sambil mengepalkan tinju. Melihat situasi semakin memanas, beberapa anggota satuan intel dan lalu lintas langsung menengahi dan berusaha menjauhkan K dari kerumunan massa.
Aksi mogok ratusan sopir ini dipicu oleh perang mulut antara salah seorang teman mereka dengan K. Mereka protes dengan tindakan beberapa oknum petugas lalu lintas dinilai terlalu arogan dan kerap meminta uang agar tidak ditilang.
"Mereka sering meminta sejumlah uang agar tidak ditilang. Harganya bervariasi mulai dari Rp 25 ribu hingga Rp 100 ribu. Kalau memang ada pelanggaran harusnya ditilang saja bukan dimintai uang," ujar salah seorang sopir, Jenny Sumangkun.
Tak hanya itu, mereka juga meminta kepolisian tak pandang bulu dalam melakukan penegakan aturan. Penindakan harus dilakukan secara merata tak hanya bagi angkutan umum, tapi juga kendaraan berpelat hitam yang parkir sembarangan.
"Contohnya ada kendaraan pelat hitam yang terlihat parkir sembarangan, begitu pengemudinya keluar ternyata menggunakan pakaian rapi dan berdasi. Itu kan berarti orang terpelajar? Kenapa tidak ditilang, hanya angkot yang ditilang?" ujar Adam, sopir lainnya.
Aksi mogok dilakukan para sopir sempat memacetkan ruas Jalan Pierre Tendean, sepanjang kawasan Pengadilan Negeri Manado, hingga depan pusat perbelanjaan Megamall. Ribuan calon penumpang pun terlantar. Banyak di antara mereka mengaku terlambat menuju tempat kerja, bahkan ada yang nekat jalan kaki.
Beberapa kendaraan umum trayek sama tetap memilih beroperasi, dihentikan di tengah jalan. Penumpang ketakutan pun terpaksa turun. Jika tetap ngotot beroperasi, angkot akan dihentikan dan diguncang-guncang puluhan sopir lainnya.
Aksi dimulai sejak pagi hari tersebut akhirnya dapat diredam setelah Wakapolres Manado, AKBP Enggar Brotoseno, turun ke lokasi dan melakukan tanya jawab langsung dengan para pendemo. Di hadapan Wakapolres, para sopir mengeluhkan ulah beberapa oknum polisi sering meminta sejumlah uang agar tidak ditilang. Mereka menyebut nama tiga anggota yang sering melakukan tindakan tidak terpuji dengan meminta uang dan melakukan tindakan sewenang-wenang.
"Terima kasih atas masukan yang disampaikan oleh teman-teman. Setahu saya anggota saya tidak seperti itu namun dari banyaknya keluhan ini maka saya sebagai Wakapolres Manado berjanji akan menindak anggota saya yang melakukan perbuatan melanggar aturan. Mereka akan segera saya mutasikan," kata Enggar di hadapan ratusan sopir.
Mendengar pernyataan mantan Kapolres Bolaang Mongondow ini, massa bersorak gembira. Usai dialog singkat dengan Wakapolres, mereka berangsur-angsur membubarkan diri dan melanjutkan kembali aktivitas.
0 Komentar untuk "Jejak Tercela Korps Bhayangkara di Daerah"