Sambut Hari Kartini, Pameran Tenun Kediri Digelar di Malang

Sambut Hari Kartini, Pameran Tenun Kediri Digelar di Malang


Foto: Pameran tenun sambut Hari Kartini. ©2015 Evo Berita

Reporter: Sofyan Abidin


Evo Berita - Sejumlah sumber prasasti Jawa Kuno menulis bahwa kegiatan menenun sudah ada di Indonesia sejak akhir tahun 800-an. Kejayaan seni menenun sekitar abad ke-14, dibuktikan dengan gambar perempuan sedang menenun yang salah satunya terdapat di prasasti Trowulan, Mojokerto.


Salah satu yang masih terpelihara adalah seni tenun ikat asal Kediri yang hingga kini masih terus dikagumi. Tidak hanya karya tenun, sejarah dan filosofinya juga menarik untuk dipelajari.


Pameran tenun dan batik menyambut Hari Kartini menyajikan sejarah tenun Kediri berikut proses pembuatannya. Pameran bertema Never Ending Story of Tenun and Batik Jewelry Exhibition digelar di Ruang Utama Hotel Tugu Malang pada 11 sampai 25 April 2015.


"Kami mencoba memberikan ruang kepada para perajin yang jumlahnya sudah tidak banyak lagi. Mereka sisa dari lima keturunan yang masih memiliki kemampuan menenun," kata Crescentia HV, Asisten Eksekutif Manajer Hotel Tugu selaku penyelenggara pameran, Rabu (15/4).


Maha karya hasil tangan terampil para perajin asal Bandar Kidul, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri itu dipamerkan bersama sejumlah kain batik dan tenun dari berbagai daerah di nusantara.


Kain tenun ikat, kata Crescentia diproses dengan sangat rumit dan butuh ketelitian tinggi. Benang yang akan menjadi bahan diikat dan dihitung berdasarkan kebutuhan pewarnaan dasar. Motif sangat menentukan jumlah benang yang akan diberi warna. Benang horizontal dan vertikal dipertemukan dengan proses manual yang butuh ketekunan kesabaran.


"Orang sekarang serba instan, tidak akan sanggup kalau disuruh menghitung jumlah benang sutera yang begitu lembut. Anda bisa bayangkan kalau butuh 20 benang, bagaimana menghitungnya," katanya.


"Tenun asal Kediri memiliki benang yang padat karena prosesnya yang manual, dibuat bahan baju pun tidak terasa berat," tegasnya.


Masih kata Crescentia, dalam pembuatan kain tenun tidak lepas dari pengetahuan budaya, kepercayaan dan lingkungan alam. Sehingga wajar sebuah karya kain tenun suatu daerah berbeda dengan daerah lain. Karena itu Indonesia memiliki banyak karya kain tenun yang berbeda karya, ditambah dengan pengaruh seni baik dari Timur Tengah maupun Eropa.


"Kasus tenun Kediri diturunkan kepada dua generasi, dengan pengaruh China dan Arab. Konon sekarang tinggal pengaruh Arab yang masih ada. Seni tenun dan batik melekat kisah perjalanannya menarik dipelajari," katanya.


Kerajinan tenun ikat di Bandar Kidul sempat mengalami kejayaan pada tahun 1970-an hingga 1980-an. Akibat adanya kain tenun buatan pabrik yang lebih murah dan lebih banyak motif mengakibatkan kerajinan ini tersisih oleh pasar.


Pada masa-masa keterpurukan beberapa pengrajin bertahan, bahkan memulai sejarah dari awal. Salah satu pengrajin yang memulai pada tahun 1989 adalah kerajinan tenun ikat Medali Mas bapak Munawar yang berdiri pada 17 Februari 1989.


Selama bertahun-tahun dari awal pendiriannya sampai tahun 2000 kerajinan ini hanya memproduksi sarung goyor. Pada 2001 Ruqoyah, istri Munawar, melakukan diversifikasi produk dengan membuat kerajinan tenun ikat yang dipergunakan untuk bahan pakaian.


Diversifikasi produk yang dilakukan berupa penambahan warna-warna baru dan motif baru. Keberhasilan ibu Ruqoyah dalam mengembangkan produk membuahkan hasil, kerajinan tenun ikat 'Medali Mas' menjadi kerajinan tenun ikat terbesar di Bandar Kidul Kota Kediri.


Pengrajin tenun ikat yang bertahan sekarang tidak lebih dari sebelas orang.
Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Sambut Hari Kartini, Pameran Tenun Kediri Digelar di Malang"

 
Copyright © 2015 Evo Berita - All Rights Reserved
Back To Top