Cerita Mahasiswa UGM Ajari Letnan DI/TII di Tengah Desingan Peluru

Cerita Mahasiswa UGM Ajari Letnan DI/TII di Tengah Desingan Peluru


Foto: UGM. ©ugm.ac.id

Reporter: Irwan Setyabudi


Evo Berita - Kepedulian terhadap pendidikan di pelosok Nusantara rupanya sudah dirintis sejak sebelum Indonesia benar-benar merdeka. Sedjiono Ismakoen adalah salah satu penggerak pendidikan di perbatasan Indonesia. Dia yang kini telah renta, kala itu bukan lah seorang dosen atau mengantongi sertifikat guru. Dia cuma mahasiswa tingkat 4 Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Tergabung dalam Gerakan Penggunaan Mahasiswa (GPM), Sedjiono rela nyebrang pulau sampai singgah ke Tangekon, Aceh Tengah untuk mengajar dengan sukarela. Sebab saat itu di tahun 50-an amat jarang guru mau mengajar di pelosok.

"Daripada menganggur (liburan) ada kesempatan mengajar. Kita di sana ternyata ngajar di SMA anak didiknya bukan hanya mereka yang muda, tapi pegawai di sana yang lebih tua dari saya," jelas dia kepada merdeka.com, Jakarta, Sabtu (2/5).

Di Takengon dia mengajar ilmu hayat, kesehatan sampai bahasa Jerman. Dia makin menyukai mengabdi di dunia pendidikan sampai rela meninggalkan bangku kuliah dua lamanya atau tepatnya 1958 sampai 1960.

Padahal saat itu, Aceh tengah dilanda gerakan separatis DI/TII, niatnya mendidik tak pernah surut meski dia kerap kali menghadapi berbagai ancaman dari gerakan tersebut.

"Waktu di sana masih pemberontakan DI/TII jadi kami harus hati-hati tidak berbicara mengenai politik untung pelajaran yang dititipkan ke saya mata pelajaran ilmu alam," imbuhnya lagi.

Bahkan yang lucu, di antara anak didiknya yang kebanyakan anak petani, terselip juga petinggi DI/TII.

"Murid saya ada letnan satu DI/TII dia baik saja, karna mereka haus ilmu. Seneng sekali wajah mereka begitu haus ilmu, dan pengalaman. Saya melihat kondisi sangat sederhana semua rakyat Indonesia di manapun di pelosok semua ramah," pungkasnya sambil tersenyum.

Jasa Sedjiono rupanya begitu terkenang oleh anak muridnya. Sampai suatu kali seseorang datang dan menangis menciumi tangan Sedjiono.

"Dia sekarang di Kementerian perhubungan dan angkatan darat. Saya lupa dia, dia mendadak nangis, ternyata murid di Aceh," kenangnya.

Sedjiono bersama beberapa anggota GPM menjadi kehormatan di upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional. Bahkan Mendikbud Anies Baswedan sampai-sampai nekat mengambil mic saat acara sudah selesai hanya untuk memperkenalkan orang-orang tanpa tanda jasa ini.

"Masa itu gerakan sekolah tidak ada yang mengakar, pendidikan bukanlah cuma urusan kedinasan kita mengundang semua terlibat. Mereka terlibat seumur hidup karena kecintaan pada pendidikan," kata Anies disambut tepuk tangan

Ketua GPM Wadiman mengucapkan terima kasih dan mendorong semua bergerak untuk pendidikan.

"Kami sudah tua renta rata-rata 84 sampai 87 tahun, tetapi waktu jadi mahasiswa kami terpanggil karena bangsa kekurangan guru, membangun sma banyak guru tidak ada mahasiswa bangkit. Kalau tidak siapa lagi yang akan memajukan bangsa siapa lagi kecuali mahasiswa," kata Wadiman.

GPM inilah yang akhirnya menjadi inspirasi Anies membentuk gerakan Indonesia Mengajar yang memang bertujuan untuk memberikan akses pendidikan ke pelosok Indonesia.
Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Cerita Mahasiswa UGM Ajari Letnan DI/TII di Tengah Desingan Peluru"

 
Copyright © 2015 Evo Berita - All Rights Reserved
Back To Top